Wednesday, July 28, 2010

Risk of Double Dips Recession Looming in the U.S, Thee Shall not Fear Debt

U.S Treasury Yield bertenor 10 tahun turun ke 2.98%, terendah sepanjang empat tahun terakhir. Rendahnya yield tidak mencerminkan solidnya prospek ekonomi US, melainkan sebaliknya, rapuh. Hanya 590,000 pekerjaan yang dihasilkan selama 6 bulan pertama, bandingkan dengan jumlah pekerjaan yang hilang sebesar 9.5 juta selama resesi. Pendek kata, sulit untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi tinggi tanpa ada kemajuan dalam angka pengangguran U.S. Sementara pengetatan budget di Zona Eropa membuat pertumbuhan ekonomi Euro zone nyaris mendekati nol. Akibatnya Bursa Asia pagi ini dibuka melemah, Australia ASX (-0.68%), Nikkei 225 (-1.81%), dan Kospi (-1.3%). Namun Rendahnya tingkat hutang rumah tangga (household debt) akan mencegah Indonesia dari double dips yang mungkin bisa terjadi di U.S dan Eropa.

Rasio consumer lending to GDP di Indonesia relatif rendah (8%), sementara kredit properti hanya mencakup 2.4% dari total GDP. Rendahnya ratio hutang tersebut membantu mencegah krisis keuangan global dan membantu pertumbuhan kredit baik pada sektor retail maupun properti . Dengan dipertahankannya BI rate pada angka 6.5% selama 12 bulan berturut-turut, pertumbuhan kredit sektor konsumen akan terbantu secara signifikan. Hal ini juga ditopang oleh menguatnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Bank Indonesia pada bulan Juni yang meningkat 1,5 poin ke level 111.4 dibanding bulan sebelumnya. Kenaikan ekspektasi konsumen terhadap kondisi perekonomian 6 bulan mendatang yang didukung oleh membaiknya beberapa indikator ekonomi juga ikut mendorong kenaikan IKK. Katalis positif untuk sektor perbankan seperti BBRI, BMRI, BBTN dan sektor retail seperti INDF, KLBF, RALS dan ASII.

Penjualan mobil China selama Juni 10.9% (MoM) dibandingkan bulan Mei (25% MoM). Melambannya industri automotif, akan diiringi oleh lemahnya permintaan baja serta permintaan batubara dan nickel. Untuk sementara ini kami masih bearish terhadap komoditas, sampai kami melihat jelas apakah China mengalami soft landing yang memang sangat diperlukan untuk meredam tingginya inflasi di sektor properti dan upah tenaga kerja. Namun secara jangka panjang kami masih bullish terhadap komoditas.

No comments:

Post a Comment